Book of Magic

Itu hanyalah sebuah buku tulis yang ku balik covernya dan ku desain sedemikian rupa. Terlihat jelek, bukan? Tapi tak apa, karena memang bukan itu bagian yang pentingnya. Di dalamnya ku tulis kalimat-kalimat
. Bukan mantra sihir. Tapi kalau mau dibilang mantra, ya tak apa juga sih. Karena memang itu salah satu fungsinya. Buku tulis ini dan sebilah pen, akan menjadi teman meditasi-ku. Kalau ada yang kurang senang dengan kata meditasi, OK, mari kita ganti dengan kata tafakkur, karena tafakkur sesaat lebih baik daripada ritual 70 tahun. Begitu, kan? Whatever, yang penting substansi dan fungsinya juga. Tujuan diperlukannya catatan ini, agar aku bisa menjaga sebuah dunia. Ya, ada sebuah dunia yang harus ku jaga. Ini dunia yang real, yang mungkin bagi sebagian orang lain, tidak real, itu bagi mereka. Itu wajar. Karena mereka juga mempunyainya, mempunyai dunia yang juga real, real bagi mereka. Dunia yang real berbeda dengan fakta. Fakta memang real juga sebenarnya. Tapi sebuah fakta, dalam dunia yang real bagi aku, belum tentu sama dalam dunia yang real bagi orang lain. Jadi, sebenarnya, fakta itu tidak real, atau real? Gini aja supaya mudah. Fakta, objek, kejadian, peristiwa, fenomena, dan apapun yang sejenisnya, adalah sangat, sangat real, mari kita sebut sebagai realita. Sedangkan dunia tadi, yang real bagi aku tapi tidak real bagi orang lain, mari kita sebut sebagai persepsi, opini, sudut pandang, interpretasi, atau apapun itu. Apakah malah terkesan tidak real? Hahaha... OK, OK. Tapi tunggu dulu. Berapa banyak pertengkaran terjadi dan menjadi real karena terjadi perpedaan opini dan pendapat? Berapa banyak aliran dalam agama terpecah karena perbedaan interpretasi dan penafsiran? Semuanya menjadi real, bukan? Dalam rapat sebelum demo turun ke jalan, biasanya ada rapat menyatukan atau menyamakan suara dan pendapat, bukan menyatukan kasus, karena memang tidak bisa disatukan. Jadi intinya, sama-sama real, bukan? Yah, kembali ke Book of Magic. Pada intinya, aku hanya ingin melindungi duniaku, dunia yang real bagi aku, yaitu persepsiku. Diharapkan, jika seandainya aku berada dalam fakta dan realita yang pahit, persepsiku tetap manis, karena aku sudah melindunginya. Ya. Whenever darkness occurs, we should look at the bright side. What!? That's magic, right?

Posting Komentar

0 Komentar