By: Restless_souL
Iman artinya (ke)percaya(an). Amin artinya (ke)jujur(an). Sedangkan Aman adalah (ke)aman(an).
Bisakah
anda percaya kepada orang yang tidak jujur? Mungkinkah anda mau jujur
(dalam hal ini; terbuka dalam rahasia anda) terhadap orang yang anda
tidak percaya? Merasa aman kah anda jika berada di tengah orang-orang
yang tidak jujur atau yang tidak anda percaya? Begitulah Iman, Amin, dan
Aman saling berkolaborasi. Ketika anda menyatakan beriman kepada Allah
SWT, sepatutnya anda tidak bisa berdusta kepadaNya, karena Dia selalu
tahu hal-ihwal anda. Anda tidak bisa melakukan maksiat dan kejahatan di
mana pun anda berada. Sekaligus anda selalu merasa aman bila mengingat
bahwa Dia selalu bersama anda di mana pun anda berada pula.
Begitu
pula seharusnya kehidupan kita di tengah-tengah orang lain. Ketika kita
berkumpul di tengah-tengah orang Islam, maka pastilah kita berada di
tengah orang yang beriman. Namun sayang, sepertinya Iman hanya setakat
di bibir. Tidak semua orang menyerapkan Iman ke dalam hatinya. Buktinya,
ketika kita memakai sandal baru dan bagus, lalu kita meletakkannya di
Mesjid, hati kita merasa was-was, tidak aman. Jangan-jangan nanti ada
yang mengambilnya. Padahal kita tahu, bahwa Mesjid adalah tempatnya
orang-orang Muslim, beriman tentunya.
Tentu sangat
ironis ketika kita semua melihat tulisan peringatan yang bertempel di
tiang dan tembok Mesjid yang bertuliskan: “Amankan Barang-barang anda!”.
Tidak kah cukup Iman kita saja yang menjadi security agar tembok dan
tiang-tiang Mesjid itu bersih dari tempelan-tempelan seperti itu? Ada
kah yang salah dengan Iman kita?
Yang sangat
memalukan lagi, jika ada maling ayam, sepeda, motor, dan lain
sebagainya. Jika nama maling tersebut memamakai nama yang berbau bahasa
Arab, bahasa Islam tentunya, misalkan saja namanya Udin (Udin sedunia
kali), tentu ironis banget tuch. Pasti agamanya Islam pula…
Inilah
masalah kita bersama, masalah umat. Sepertinya Iman, Amin, dan Aman
juga tidak bisa berdiri sendiri-sendiri. Ia memerlukan pemerataan
keadilan. Ketika seseorang tidak terpenuhi kebutuhannya, keadilannya,
maka begitulah yang akan terjadi. Orang tak akan mungkin menjadi maling
jika dia seorang yang kaya raya (kecuali dia kleptomania).
Sangat
jealous jika melihat Negara lain, misalkan Singapura. Banyak
saudara-saudara kita di sana yang share ke kita bahwa di sana, jika
berada di dalam Mesjid, mereka tidak perlu meletakkan tas mereka di
depan mereka sendiri, seperti layaknya kita yang takut kehilangan.
Mereka berani meletakkan barang-barang berharga mereka sesuai pada
tempatnya. Karena mereka percaya bahwa setiap orang di sana jujur, dapat
dipercaya. Begitulah mereka merasa aman di mana pun mereka meletakkan
barang-barang mereka.
Inilah permasalahan Iman.
Sekarang apa kontribusi kita? Bagaimana caranya agar tiada dusta di
antara kita? Mungkin nanti ada metode dalam menanggulangi permasalahan
ini.
Banjarmasin, Jum’at 18 Maret 2011 pukul 02.04 a. m.
0 Komentar