Di sebuah keramaian yang sunyi
bergelut dengan pikiran, sendiri
tanpa seorang menemani
 
Menatap kaca jam tangan yang retak
karena waktu berjalan terlalu cepat
sedang jiwa bergerak lambat
 
Meraba tembok dinding yang retak
tersayat berbagai kisah yang lewat
suka duka yang menghentak
 
Mungkin kornea mata sudah kering
hingga air tak lagi mengalir
 
Bak seorang anak yang terinjak duri
merintih, menjerit dan menangis
dewasa, tertancap paku tak bergeming
 
Duhai kesedihan
 
Masih ingatkah?
 
Dulu kau datang
berserta uluran persahabatan
 
Kau telah jadi bagian dari hidup
 
Hanya kau, kesedihan
yang menemani setiap waktu
 
Kau menampakkan wajah cemburu
jika kebahagiaan datang menjenguk
 
Kau tahu?
Keberadaanmu tak pernah menghibur, duhai kesedihanku
Namun, aku sudah terbiasa dengan itu
 
Banjarmasin, October 21st, 2010 at 14.36