Kau tahu siapa AKU?
Mungkin kamu akan menjawab: “Ya”, atau “Tidak”. Itu terserah kamu.
Jika kamu merasa tahu aku, bagaimana kah kamu yakin, bahwa kamu memang tahu akan daku?
“Oh, nama kamu Muhammad Atho’illah. Aku tahu itu”.
Hemmm…
Itu hanyalah namaku. Nama kan hanyalah sebuah media yang kita gunakan
untuk memanggil sebuah objek, baik itu orang ataupun benda. Iya kan?
Mungkin fisikku akan mendatangi atau minimal menoleh kepadamu, jika kau
memanggil namaku itu. Tapi aku, belum tentu terpanggil.
“Ahaaa…
Kamu kan orang yang beralamatkan di Kecamatan Martapura. Aku tahu
persis. Kamu di Jl. Batuah, Gg. Kenanga, dan No. rumah kamu 4B. Terus,
RT. 14 RW. 005, Kelurahan Keraton. Ya, aku tahu betul. Kode Pos rumah
kamu itu 70611, di Kabupaten Banjar. Ya, kamu orang Provinsi Kalimantan
Selatan.”
Hahaha… Apakah dengan mengetahui daerah
asalku kau sudah merasa tahu siapa aku? Apakah daerah asal itu membentuk
karakter dan perilakuku? Ataukah karakter dan perilakuku itu
menunjukkan bahwa aku berasal dari daerah tertentu? Belum tentu itu.
Banyak orang yang coba menebak siapa aku berdasarkan primordialisme,
kebanyakan juga salah. Kau belum tahu siapa aku.
“Oh
ya, aku tahu kamu. Aku kan dekat denganmu. Sampai-sampai, ketiga nomor
headphonemu aku punya. Yang As: 085248841998, yang Im3: 085754239190,
dan Esia: 05119141088. Tuh kan, aku sangat tahu siapa kamu.”
Sedekat
itu kah kau denganku? Hanya dengan mengetahui nomor yang bisa nyambung
ke aku kamu sudah merasa dekat denganku? Heh, belum tentu. Bagaimana
kalau handphoneku hilang atau nomorku berganti? Apakah kau akan menjadi
jauh dariku? Berarti kedekatan kita adalah kedekatan semu dong. Betul
tidak?
“Memangnya siapa kamu? Heh?”
Hehehe…
Yang bisa mengenali dirinya, hanyalah dirinya sendiri. Bukan yang lain.
Kau bisa menilai diriku apa saja. Ketika kau tahu namaku, alamatku, dan
nomor handphoneku, itu semua hanyalah sebuah identitas. Sekilas, kau
bisa saja tahu siapa aku. Tapi identitas, bisa dipalsukan.
Ketika
kau bilang aku jelek, dengan berpenampilan, atau menggunakan seuatu
tertentu, itu hanya fisikku yang kau lihat. Kau tidak tahu siapa aku.
Aku elok, tangguh, dan sempurna tanpa sesuatu apapun. Dan kau tak bisa
melihat hal itu.
Ketika kau bilang bahwa diriku
berbadan tinggi, berkulit putih, rupawan, dan gagah, mungkin bisa saja
benar. Namun sekali lagi, itu hanya fisikku, jasmaniku. Aku, bisa saja
melebihi dari semua itu.
Kau bisa saja menyentuhku, memanggilku, menghasutku, dan merayuku. Tapi belum tentu aku. Ya, diriku.
Entah
mengapa, selama ini kita terdidik, atau bahkan memang dididik untuk
menilai jasad kasar kita, nama, dan daerah kita sebagai diri kita?
Akhirnya, kita kehilangan dan tak tahu lagi siapa diri kita sebenarnya.
Kita hanyalah label dan merk. Diri kita mati terkubur oleh semua
kepalsuan-kepalsuan identitas itu.
Pada akhirnya
kita bisa dengan mudah memusuhi, menentang, menyikut, bahkan tak
segan-segan lagi membunuh orang yang berbeda dengan kita.
0 Komentar